Translate

Kisah dan Latar Belakang St. Agustinus

St. Agustinus

Kisah dan Latar Belakang St. Agustinus
Berontak tetapi Dicengkeram Tuhan
St. Agustinus- Pernahkah kamu merasa telah melakukan sesuatu yang jahat sehingga kamu berpikir bahwa Tuhan tidak mau mengampunimu? Baiklah, kalau saja kamu tahu kehidupan St. Agustinus kamu akan menyadari bahwa tidak peduli seberapa jauh kamu berontak dan menyimpang dari Tuhan, Ia pasti akan membawamu kembali.

Kisah dan latar belakang St. Agustinus 

Agustinus dilahirkan pada tanggal 13 November 354 di Tagaste, Algeria, Afrika Utara. Ayahnya bernama Patrisius, seorang kafir. Ibunya ialah St. Monika, seorang Kristen yang saleh. St. Monika mendidik ketiga putera-puterinya dalam iman Kristen. Namun demikian, menginjak dewasa Agustinus mulai berontak dan hidup liar. Pernah suatu ketika ia dan teman-temannya yang tergabung dalam kelompok “7 Penantang Tagaste” mencuri buah-buah pir yang siap dipanen milik Pak Tallus, seorang petani miskin, untuk dilemparkan kepada babi-babi.

Pada umur 29 tahun Agustinus dan Alypius, sahabatnya, pergi ke Italia. Agustinus menjadi mahaguru terkenal di Milan. Sementara itu, hatinya merasa gelisah. Sama seperti kebanyakan dari kita di jaman sekarang, ia mencari-cari sesuatu dalam berbagai aliran kepercayaan untuk mengisi kekosongan jiwanya. Sembilan tahun lamanya Agustinus menganut aliran Manikisme, yaitu bidaah yang menolak Allah dan mengutamakan rasionalisme. Tetapi tanpa kehadiran Tuhan dalam hidupnya, jiwanya itu tetap kosong. Semua buku-buku ilmu pengetahuan telah dibacanya, tapi ia tidak menemukan kebenaran dan ketentraman jiwa. 
Sejak awal tak bosan-bosannya ibunya menyarankan kepada Agustinus untuk membaca Kitab Suci di mana dapat ditemukan lebih banyak kebijaksanaan dan kebenaran daripada dalam ilmu pengetahuan. Tetapi, Agustinus meremehkan nasehat ibunya. Kitab Suci dianggapnya terlalu sederhana dan tidak akan menambah pengetahuannya sedikit pun. 

Pada usia 31 tahun Agustinus mulai tergerak hatinya untuk kembali kepada Tuhan berkat doa-doa ibunya serta berkat ajaran St. Ambrosius, Uskup kota Milan. Namun demikian ia belum bersedia dibaptis karena belum siap untuk mengubah sikap hidupnya. Suatu hari, ia mendengar tentang dua orang yang serta-merta bertobat setelah membaca riwayat hidup St. Antonius Pertapa. Agustinus merasa malu. “Apa ini yang kita lakukan?” teriaknya kepada Alypius. “Orang-orang yang tak terpelajar memilih surga dengan berani. Tetapi kita, dengan segala ilmu pengetahuan kita, demikian pengecut sehingga terus hidup bergelimang dosa!” Dengan hati yang sedih, Agustinus pergi ke taman dan berdoa, “Berapa lama lagi, ya Tuhan? Mengapa aku tidak mengakhiri perbuatan dosaku sekarang?” Sekonyong-konyong ia mendengar seorang anak menyanyi, “Ambillah dan bacalah!” Agustinus mengambil Kitab Suci dan membukanya tepat pada ayat, “Marilah kita hidup dengan sopan seperti pada siang hari… kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” (Roma 13:13-14). Ini dia! Sejak saat itu, Agustinus memulai hidup baru. 

Pada tanggal 24 April 387 Agustinus dipermandikan oleh Uskup Ambrosius. Ia memutuskan untuk mengabdikan diri pada Tuhan dan dengan beberapa teman dan saudara hidup bersama dalam doa dan meditasi. Pada tahun 388, setelah ibunya wafat, Agustinus tiba kembali di Afrika. Ia menjual segala harta miliknya dan membagi-bagikannya kepada mereka yang miskin papa. Ia sendiri mendirikan sebuah komunitas religius. Atas desakan Uskup Valerius dan umat, maka Agustinus bersedia menjadi imam. Empat tahun kemudian Agutinus diangkat menjadi Uskup kota Hippo. 

Semasa hidupnya Agustinus adalah seorang pengkhotbah yang ulung. Banyak orang tak percaya kembali ke gereja Katolik sementara orang-orang Katolik semakin diperteguh imannya. Agustinus menulis surat-surat, khotbah-khotbah serta buku-buku dan mendirikan biara di Hippo untuk mendidik biarawan-biarawan agar dapat mewartakan injil ke daerah-daerah lain, bahkan ke luar negeri. Gereja Katolik di Afrika mulai tumbuh dan berkembang pesat. 

Di dinding kamarnya, terdapat kalimat berikut yang ditulis dengan huruf-huruf yang besar: “Di sini kami tidak membicarakan yang buruk tentang siapa pun.” “Terlambat aku mencintai-Mu, Tuhan,” serunya kepada Tuhan suatu ketika. Agustinus menghabiskan sisa hidupnya untuk mencintai Tuhan dan membawa orang-orang lain untuk juga mencintai-Nya. 

Agustinus wafat pada tanggal 28 Agustus 430 di Hippo dalam usia 76 tahun. Makamnya terletak di Basilik Santo Petrus. Kumpulan surat, khotbah serta tulisan-tulisannya adalah warisan Gereja yang amat berharga. Di antara ratusan buku karangannya, yang paling terkenal ialah “Pengakuan-Pengakuan” (di Indonesia diterbitkan bersama oleh Penerbit Kanisius dan BPK Gunung Mulia) dan “Kota Tuhan”. Santo Agustinus dikenang sebagai Uskup dan Pujangga Gereja serta dijadikan Santo pelindung para seminaris. Pestanya dirayakan setiap tanggal 28 Agustus. 

Jadi tidak peduli berapa jauh kamu menyimpang dari Tuhan, Ia selalu siap untuk membawamu kembali. Sama seperti Agustinus, seorang kafir yang dipanggil menjadi seorang Uskup, kamu pun juga dapat bertumbuh dalam kasih dan kuasa Tuhan. 

Iman sejati sungguh sangat indah.

“Engkau telah menciptakan kami bagi Diri-Mu, ya Allahku, dan hati kami tiada tenang sebelum beristirahat di dalam Dikau.” 

catatan St. Agustinus "Pengakuan-Pengakuan"

Santo Agustinus (354-430)

St. Agustinus yang dilahirkan oleh pasangan Monika dengan Patrisius tanggal 13 November 354 di Afrika Utara, umur semenjak kecil sudah dididik agama oleh Monika yang saleh. Tetapi karena pengaruh lingkungan keluarganya yang masih kafir bibit iman itu tidak segera tumbuh seperti biji gandum tumbuh di semak berduri. Umur 18 tahun Agustinus mengambil langkah mencengangkan mata. Bukannya dia semakin dekat dengan Tuhan dan bertobat tetapi ia meninggalkan imannya dan memeluk ajaran Manikeisme yang sesat. Semakin menggelisahkan hati Monika, ibunya, di luar perkawinan yang sah, ia hidup dengan seorang wanita selama 12 tahun hingga melahirkan seorang anak, Deodatus. Permasalahan tersebut menimbulkan konflik dalam keluarga antara Agustinus dengan Monika. Untuk menghindarkan konflik tersebut ia lari meninggalkan kampung halamannya untuk memperdalam ilmunya di Universitas Carthago dengan bantuan tetangganya yang kaya.

Tahun 383 ia pergi ke Roma lalu ke Milano, tempat tinggal Uskup Ambrosius. Tahun 386 SM ia mendapat karier yang bagus di kantor gubernur provinsi, banyak teman, tetapi menjalani hidup penuh dosa. Tahun 387 berkat bimbingan St Ambrosius dan doa Monika ibunya, ia dibabtis tahun 387; kisah tentang pertobatannya banyak diungkapkan dalam buku confession. Tahun 391 ia ditahbiskan menjadi imam, sebagai pembantu uskup kota itu. Tahun 395 ia dipilih menjadi uskup Hippo selama 35 tahun (Bdk. Davis Hugh Farmer, The Oxford Dictionary of Saint, hlm.343-344. lihat juga Majalah BERKAT edisi April 2005 hlm 15 tentang St. Monika; bdk juga Mgr. Nicolaas Martinus Schneiders, CICM dalam buku Orang Kudus Sepanjang Tahun, Jakarta: Obor, hlm.430; bdk. Juga Richard Price, Tokoh Pemikir Kristen Agustinus, Augustine, London: Herper Collins Religius, hlm 12).

Bernadette McCarver Snyder dalam buku 115 Kisah Santo-santa yang mengasyikkan melukiskan kebesaran Santo Agustinus seperti kuda nil besar, Agustinus menjadi besar karena karya-karyanya yang dia kerjakan. Bahkan menurut Richard Price dalam buku Tokoh Pemikir Kristen Agustinus dalam kata pengantarnya berani menegaskan bahwa Agustinus adalah teolog di Barat yang terbesar dari antara para Bapak Gereja Abad Pertengahan dan dihormati oleh para reformis protestan. Mgr. Nicolaas Martinus Schneiders, CICM dalam buku Orang Kudus Sepanjang Tahun mencatat karya Agustinus, yakni 113 buah buku, 218 buah surat dan 500 buah kotbah. Justru setelah Agustinus mampu melewati krisis dari ajaran sesat, Maneikeisme, dia dengan bimbingan Uskup Ambrosius dan doa dari St. Monika, ia mampu melahirkan buku yang sangat terkenal, Confessions (pengakuan-pengakuan); salah satu buku dari banyak buku Agustinus yang sangat terkenal. (Bdk. Davis Hugh Farmer, The Oxford Dictionary of Saint, hlm. 33-34).

Richard Price dalam buku Tokoh Pemikir Kristen Agustinus mengulas ajaran Agustinus tentang beberapa hal yakni Jalan Menuju Kebenaran, Gereja Yang Kudus dan Anggota Berdosa, Gereja dan Dunia, Kebebasan dan Rahmat, Seks dan Perkawinan, Persahabatan dan Komunitas. Menyadari bahwa karya besar Agustinus begitu banyak dan besar, maka ia berujar, “Sebuah buku yang singkat tentang Agustinus niscaya dangkal dan tentu tidak akan menyeluruh. Tulisan-tulisan Agustinus mencakup seluruh wilayah teologi dan juga filsafat.” (Bdk. Price, Agustinus … hal. 5 ).

Ada beberapa petikan dari kisah hidup Santo Agustinus. Pertama, Ayah Agustinus kafir. Ia pernah mendalami ajaran Manikeisme yang sesat. Jalan sesat tidak selamanya ditempuhnya. Berkat doa Monika dan rahmat Tuhan ia bertobat. Bahkan setelah pertobatannya Ia mampu melahirkan karya-karya teologis yang sangat mendalam. Bahkan dia berani membaktikan diri sepenuhnya demi kemuliaan Tuhan.

Kedua, ada dua sisi menarik dari pengalaman Agustinus ketika hidup dengan ibunya, Monika. Agustinus yang cerdas pernah menyusahkan ibunya dengan perkawinan tidak sahnya, dengan mendalami ajaran sesat, dengan meninggalkan ibunya, dan masih banyak lagi. Tetapi di sisi lain nasehat ibunya sangat membekas dalam dirinya. Pesan ibunya terutama sebelum meninggal banyak dituangkan dalam buku Confessions (lihat Majalah BERKAT edisi April 2005 tentang St. Monika). Di dalam diri Agustinus pernah terjadi pergolakan hati, pertempuran yang baik dengan yang buruk. Yang suci akhirnya memenangkannya berkat rahmat ROH ALLAH.

Santo Ambrosius Uskup dan Pujangga Gereja 

Ambrosius lahir pada tahun 334 di Trier, Jerman dari sebuah keluarga Kristen. Ayahnya menjabat Gubernur Gaul, dengan wilayah kekuasaannya meliputi: Prancis, Inggris, Spanyol, Belgia, Jerman, dan Afrika. Ia mendapat pendidikan yang baik dalam bahasa Latin, Yunani dan ilmu hukum. Di kemudian hari ia terkenal sebagai seorang ahli hukum yang disegani. Keberhasilannya di bidang hukum menarik perhatian Kaisar Valentinianus; ia kemudian dinobatkan menjadi Gubernur Liguria dan Aemilia, yang berkedudukan di Milano, Italia Utara.

Ketika Auxentius, Uskup kota Milan meninggal dunia, terjadilah pertikaian antara kelompok Kristen dan kelompok penganut ajaran sesat Arianisme. Mereka berselisih tentang siapa yang akan menjadi uskup yang sekaligus menjadi pemimpin dan pengawas kota dan keuskupan Milano. Para Arian berusaha melibatkan Kaisar Valentinianus untuk menentukan bagi mereka calon uskup yang tepat. Kaisar menolak permohonan itu dan meminta supaya pemilihan itu dilangsungkan sesuai dengan kebiasaan yang sudah lazim yaitu pemilihan dilakukan oleh para imam bersama seluruh umat. Ketika mereka berkumpul untuk memilih uskup baru, Ambrosius dalam kedudukannya sebagai gubernur datang ke basilika itu untuk meredakan perselisihan antara mereka. Ia memberikan pidato pembukaan yang berisi uraian tentang tata tertib yang harus diikuti. Tiba-tiba terdengar teriakan seorang anak kecil: "Uskup Ambrosius, Uskup Ambrosius!" Teriakan anak kecil itu serta-merta meredakan ketegangan mereka. Lalu mereka secara aklamasi memilih Ambrosius menjadi Uskup Milano. Ambrosius enggan menerimanya karena ia belum dibaptis. Selain itu ia merasa jabatan uskup itu terlalu mulia dan meminta pertanggungjawaban yang berat. Tetapi akhirnya atas desakan umat, ia bersedia juga menerima jabatan uskup itu.

Enam hari berturut-turut ia menerima semua sakramen yang harus diterima oleh seorang uskup. Setelah itu ia ditahbiskan menjadi uskup. Seluruh hidupnya diabdikan kepada kepentingan umatnya; ia mempelajari Kitab Suci di bawah bimbingan imam Simplisianus; memberikan kotbah setiap hari minggu dan hari raya dan menjaga persatuan dan kemurnian ajaran iman yang diwariskan oleh para Rasul. Dengan bijaksana ia membimbing hidup rohani umatnya. Ia mengatur ibadat hari minggu dengan tata cara yang menarik, sehingga seluruh umat dapat ikut serta dengan gembira dan aktif; mengatur dan mengusahakan bantuan bagi pemeliharaan kaum miskin dan mentobatkan orang-orang berdosa. Ambrosius, seorang uskup yang baik hati dalam melayani umatnya. Selama 10 tahun, ia menjadi pembela ulung ajaran iman yang benar menghadapi para penganut Arian. Pertikaian antara dia dan kaum Arian mencapai klimaksnya pada tahun 385, ketika ia melarang keluarga kaisar memasuki basilik untuk merayakan upacara sesuai dengan aturan mereka. Seluruh umat mendukung dia selama krisis itu. Ia dengan tegas menolak permintaan Yustina, permaisuri kaisar yang menginginkan penyerahan satu gereja Katolik kepada para penganut Arian. Ia berhasil membendung pengaruh buruk ajaran Arianisme.

Terhadap Kaisar Theodosius yang menumpas pemberontakan dan melakukan pembantaian besar-besaran, Ambrosius tak segan-segan mengucilkannya dan tidak memperkenankan dia masuk Gereja. Ia menegaskan bahwa pertobatan di hadapan seluruh umat merupakan syarat mutlak bagi Theodosius untuk bisa diterima kembali di dalam pangkuan Bunda Gereja. Katanya: "Kalau Yang Mulia mau meneladani perbuatan buruk Raja Daud dalam berdosa, Yang Mulia juga harus mencontohi dia dengan bertobat" - "Kepala Negara adalah anggota Gereja, tetapi bukan tuannya." Theodosius, yang dengan jujur mengakui dosa dan kesalahannya, tak berdaya di hadapan kewibawaan Uskup Ambrosius. Ia mengatakan: "Ambrosius adalah satu-satunya uskup yang menurut pendapatku layak memangku jabatan yang mulia ini".

Ambrosius, seorang uskup yang berjiwa praktis. Meskipun kepentingan politik sangat menyita perhatiannya, namun ia tetap berusaha mencari waktu untuk berdoa dan menulis tentang kebenaran-kebenaran Kristen. Kotbah-kotbahnya sangat menarik dan kemudian diterbitkan menjadi bacaan umat. Salah satu kemenangannya yang terbesar ialah keberhasilannya mempertobatkan Santo Agustinus. Ambrosius meninggal dunia pada tahun 397 dan digelari Pujangga Gereja. Ia termasuk salah seorang dari 4 orang Pujangga Gereja yang terkenal di lingkungan Gereja Barat.

Terimakasih atas kunjungan anda di https://stakntoraja-philogos.blogspot.co.id

Subscribe to receive free email updates: